Kemitraan Publik-Swasta untuk membangun Pasar-Market di Filipina

Kontrak kemitraan Publik-Swasta (PPP) untuk membangun tempat pasar publik. Proyek bernilai sekitar US$ 6 juta (berdasarkan ₱300 juta di bulan April 2020) diberikan melalui proses pengajuan yang diminta.

Kemitraan Publik-Swasta untuk membangun Pasar-Market di Filipina

Instrumen dan jumlah pembiayaan

Kontrak kemitraan Publik-Swasta (PPP) untuk membangun tempat pasar publik. Proyek bernilai sekitar US$ 6 juta (berdasarkan ₱300 juta di bulan April 2020) diberikan melalui proses pengajuan yang diminta.

Latar belakang

Selama 30 tahun terakhir, kemitraan publik-swasta (PPP) telah menjadi inti strategi Filipia untuk mencapai pertumbuhan yang inklusif. Perencanaan pembangunan negara dan program investasi melibatkan proses yang berulang dan dinamis, dengan pemerintah nasional, daerah dan lokal saling mendukung prioritas pembangunan masing-masing. Pemerintah nasional menetapkan kebijakan dan target makro ekonomi, mempertimbangkan berbagai masalah pembangunan.

Kota Mandaluyong adalah kota terkecil di Metro Manila. Kota ini terbentang hanya 12 kilometer persegi dan memiliki populasi lebih 278.000 jiwa. Pasar publik berada di jantung kota di atas area 7.500 meter persegi sepanjang Jalan Kalentong, rute transit utama. Pada tahun 1991, pasar hancur akibat kebakaran, sebagian besar karena strukturnya terbuat dari kayu. Sebagai solusi sementara pemerintah mengizinkan sekitar 500 pedagang yang terlantar mendirikan kios sepanjang jalan dan trotoar di area tersebut. Pengaturan ini dengan cepat terbukti tidak praktis, menyebabkan kemacetan lalu lintas dan masalah sanitasi.

Membangun kembali pasar publik menjadi prioritas teratas pemerintahan kota tapi pembiayaan proyek jauh di atas kemampuan pemerintah.  Bunga bank lokal tinggi, rata-rata sekitar 18 % per tahun, dan pemerintah kota tidak siap mengambil utang tambahan yang dibutuhkan pembangunan tersebut. Pemerintah kota juga khawatir bahwa tarif tinggi yang dibebankan kepada pemilik kios akan mengakibatkan peningkatan biaya kepada pelanggan mereka yang banyak di antaranya merupakan penduduk dengan pendapatan rendah.

Pendekatan

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah kota memutusakan untuk membangun pasar publik baru, menyediakan tempat yang layak bagi para pedagang untuk menjalankan bisnis mereka dan membersihkan trotoar untuk orang lalu-lalang. Pusat perdagangan tujuh lantai dirancang untuk memuat pasar publik, toko-toko pinggir jalan, garasi untuk parkir, tempat bisnis, pusat perbelanjaan, arena bowling, dan bioskop.

Tahun 1991, pemerintah kota Mandaluyong menandatangani kontrak PPP untuk membangun pasar tersebut. Proyek diberikan melalui mode pengajuan yang diminta dan penawaran yang menang berasal dari konsorsium bisnis yang dibentuk untuk proyek tersebut, Macro Founders and Developers Inc (MFD).

Pengembang swasta membangun pasar publik di lantai dasar pusat perdagangan dan menyerahkan kendali kepada pemerintah kota begitu pasar selesai dibangun. Setengah kios dibangun oleh pemerintah kota, sedangkan setengahnya lagi dibangun oleh pemilik kios, berdasarkan perjanjian antara pemerintah kota dan Asosiasi Pemilik Kios. Pemerintah kota mengoperasikan pasar publik dan memungut biaya kios, sedangkan pemeliharaan dan keamanan dialihdayakan ke Macro Founders and Developers Inc (MFD).

Komplek perdagangan lainnya dibangun berdasarkan skema Bangun-Guna-Searh (BOT) dan konsesi selama 40 tahun diberikan kepada MFD untuk mengoperasikan dan memelihata bagian dari komplek tersebut. Pemerintah tetap mempertahankan kepemilikan tanah tapi tidak mewajibkan MFD untuk membayar sewa. Pemerintah juga tidak mendapat bagian dari pendapatan apa pun yang dihasilkan komplek perdagangan yang digunakan MFD untuk mendapatkan kembali modal yang telah diinvestasikan dan menutup biaya operasionalnya. Setelah 40 tahun, MFD akan menyerahkan pengoperasian dan pemeliharaan komplek perdagangan tersebut kembali ke pemerintah kota.

Biaya proyek pada awalnya mencapai US$ 6 juta, dan struktur pembiayaannya adalah sebagai berikut:

  • Sebesar 50% biaya proyek dibiayai dengan utang. Korporasi Pembiayaan dan Investasi Asia, anak perusahaan Bank Pembangunan Asia, memberikan pinjaman jangka waktu 10 tahun dengan suku bunga rendah untuk proyek tersebut.
  • Sisa biaya proyek dibiayai oleh kontribusi ekuitas dari MFD dan uang muka toko-toko serta lembaga amal. Kontribusi ekuitas MFD adalah 25% dari biaya proyek, dan 25% biaya proyek berasal dari uang muka yang dibayarkan oleh toko-toko dan sumbangan amal.

Biaya total proyek adalah US$ 9 juta tetapi karena memiliki potensi komersial yang tinggi, MFD mengambil semua risiko pembangunan dan menyerap peningkatan ini dengan melakukan penambahan ekuitas yang terus meningkat.

Hasil

Proyek ini dianggap sukses karena menghasilkan pendapatan yang cukup bagi pengembang untuk mencapai rasio keuntungan yang wajar atas investasi. Pemerintag kota Mandaluyong juga memperolah manfaat, memperoleh pendapatan dari pengoperasian pasar publik makanan segar dan juga dari pajak bisnis, perizinan, dan ongkos sewa yang dibayarkan penyewa komplek perdagangan.

Pembangunan pasar publik baru dan pusat pembelanjaan dilaporkan telah menciptakan sekitar 600 lapangan kerja jangka panjang dan memperbaiki area sekitar pasar dengan cara memasang gorong-gorong yang berhasil mengurangi banjir. Karena kesuksesannya, proyek ini sekarang digunakan sebagai model PPP di seluruh Filipina.

Pelajaran

Pendekatan inovatif untuk membiayai sebagai pilihan untuk membangun infrastruktur.

Proyek PPP yang direncanakan dengan baik memungkinkan pemerintah daerah dapat menyediakan layanan infrastruktur yang esensial bagi masyarakat. Pemerintah kota harus mempertimbangkan berbagai sumber pembiayaan untuk proyek-proyek infrastruktur. Melalui struktur pembangunan serba guna, proyek berhasil menghasilkan pendapatan dari berbagai aktifitas bernilai lebih tinggi (misalnya, toko-toko komersial, bioskop) di kompleks perdaganagan, yang bisa digunakan untuk mensubsidi fasilitas pedagang berbiaya lebih rendah di pasar publik.

Keterlibatan pemangku kepentingan

Perjanjian dan keterlibatan pemangku kepentingan adalah sangat penting bagi keberhasilan proyek. Proyek termasuk Asosiasi Pemilik Kios dan melibatkan kontribusi dari toko-toko dan lembaga amal. Pemerintah kota dilibatkan dalam penataan dan pelaksanaan proyek.

Kerangka Hukum

Filipina adalah negara pertama di Asia yang memberlakukan hukum khusus untuk proses BOT. Undang-undang BOT 1990 memberikan dasar hukum dan mekanisme bagi sektor swasta untuk melaksanakan proyek investasi modal yang biasanya dilaksanakan oleh lembaga pemerintah, korporasi, atau unit pemerintah daerah (LGU). Undang-undang BOT 1990 hanya memberikan dua cara kontrak tertentu antara sektor publik dan sektor swasta: skema bangun-guna-serah (BOT) dan skema bangun-serah.

Proses pengadaaan yang kuat

Proses pengadaan yang transparan memastikan seleksi penawar yang paling memenuhi syarat berdasarkan persyaratan yang menguntungkan kedua pihak, yaitu sektor publik dan sektor swasta.

Sumber Informasi /Tambahan

  1. Bank Pembangunan Asia (December 2020). Pengawasan kemitraan Publik-Swasta. Tersedia di: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/687856/public-private-partnership-monitor-philippines.pdf
  2. Platform Global untuk Kota yang Berkelanjutan. Ringkasan Proyek. Bagian 1, Pasar Publik. Tersedia di: https://www.thegpsc.org/sites/gpsc/files/38._mandaluyong_city_market_manila_philippines.pdf
  3. Ringkasan pembangunan kembali Pasar Kota Mandaluyong berbasis BOT (UNDP). Tersedia di: https://ppp.worldbank.org/public-private-partnership/library/summary-mandaluyong-city-market-rebuilding-bot-basis-undp 

Other Relevant Case Studies

Pemerintah Brunei mengalokasikan B$18 juta (USD 13.4 juta)* untuk pengembangan BruHealth fase II dan III dari anggaran Tahun Fiskal 23/24.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga surya difasilitasi oleh pembiayaan konsesional campuran, dengan total biaya sebesar US$41 juta, termasuk dukungan US$4 juta dari Program Pembiayaan Campuran Kanada-IFC.
Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang mengelola Jalan Tol MBZ telah melepas 40% sahamnya di PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) senilai Rp 4,38 triliun (USD 291,6 juta) * ke PT Margautama Nusantara (MUN) yang merupakan anak usaha Perusahaan Salim Grup.
Scroll to Top